Monday, August 19, 2013

Beragam Jenis Teman

         Hari ini adalah hari yang membuat dadaku terasa sakit. Aku berusaha menahan air ini keluar dari mataku. Tetapi, aku tak tahan menahannya. Air itu pun mengalir keluar dari mataku seperti sungai yang sengat deras arusnya. Aku telah membuat kenang-kenangan yang indah bersama teman-temanku selama lima tahun. Memberikan salah satu barang-barangku untuk mereka supaya mereka tetap akan mengingatku meskipun tidak akan bisa melihat sesama, dengan kata lain, tidak bisa bertemu.

“Selamat tinggal, Lena. Kami akan sangat merindukanmu,” ujar Yona.

“Belajarlah yang giat, Lena.” Pesan Jonathan sambil menarik ingusnya.

 “Rajin-rajinlah kunjungi kami di sini, ya..” minta Samuel kepadaku. Aku pun mengagguk sambil tersenyum.

“Ok, akan aku usahakan setiap libur aku akan ke Indonesia.. Yap, aku rasa perjumpaan kita sampai di sini saja. Pesawatku sudah mau datang. Selamat tinggal Yona, Yoshua, Jonathan, Samuel.. Aku akan merindukan kalian semua!”

 “Selamat tingal Lena!!!!” ucap mereka semua sambil melambaikan tangan mereka.

 


        

             Krriiingg!!! Bell sekolah berdering selama tiga detik, menandakan bahwa sekolah sudah selesai, tepat jam setengah tiga sore. Anak-anak kelas 8-A langsung melesat keluar seperti mobil-mobil F1 berlomba-lomba ke tengah lapangan sekolah. Benar, ini kelasku, kelas 8-A. Terdiri dari sepuluh anak. Lima laki-laki dan lima perempuan, sangat imbang, ya. Tapi bagaimanapun juga, aku sangat bangga berada di kelas ini. Meskipun hanya tiga anak yang pintar matematika, fisika, dan ilmu pasti lainnya, aku tetap suka dengan kelas ini. Jujur saja, aku berada di antara tujuh anak ini. Tetapi itu bukan artinya kita bodoh. Kita memiliki bakat yang berbeda-beda dan unik-unik.  Tidak semua anak-anak berlomba-lomba ke tengah lapangan sekolah. Tersisa tiga anak di dalam kelas. Mereka berjalan keluar dari kelas dengan langkah-langkah yang sangat teratur, dangan kata lain “cool”. Mereka terkenal dengan si “Tiga Bussiness Men”. Mereka bertiga adalah Yoshua, Jonathan, dan Samuel. Sampai mereka bertiga sampai ke tengah lapangan, ketua kelas kami, Jessica, berjalan ke depan, menghadap ke kerumunan anak kelas 8-A.

“Bagaimana, pelajaran Matematika hari ini?” Tanya Jessica kepada semua anak di situ.
William mengangkat tangan dan menjawab, 

“Gillaaaa tambah susah—“

“Menantang.” Sela Samuel sambil membenarkan posisi kacamatanya.

“Oke terimakasih untuk komentar itu, Samuel.” Jawab Jessica.

“Sama-sama.”

“Komentar lain? Atau apakah ada pertanyaan lagi?” tanya Jessica. Ranya melambaikan tangannya setinggi-tinggi mungkin. “Ya, Yona?”

“Bolehkah kita membuat kerja kelompok?”

“Tentu saja. Tadi Bu Dewi sudah mengizinkan kita untuk bekerja kelompok.”

“Kalau begitu...Yoshua! Bolehkah beberapa dari kami bermain ke rumahmu untuk kerja kelompopk?”

“Tentu. Tapi, nanti akan aku pastikan dulu boleh atau tidak.” Yoshua jawab dengan suara berkharisamanya itu.

“Oke! Kalian semua boleh bubar.” Sorak Jessica. Dia akan memberi kita aba-aba untuk mengatakan goodbye-wordsnya kelas ini.

“ 'Tu, 'wa, 'ga!”

“Terimakasih untuk semua orang yang ada di sini yang sudah berbuat baik untuk kita semua dan terimakasih untuk perhatiannya!” Itulah goodbye-wordsnya kami. 

        Setelah bubar, Yoshua memilih Yona, Aku, dan Wiliam untuk kerja kelompok ke rumahnya. Sewaktu Yoshua sudah dijemput, iya menanyakan ke ibunya yang ada dalam mobil. Aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Ibunya membuka kaca mobil dan Yoshua berbicara. ‘Tak lama kemudian, Yoshua menghadap ke kita dan mengaggukkan kepalanya sambil tersenyum. Itu adalah isyarat kalau kita boleh berkerja kelompok ke rumahnya.

“Oke!! Trims Yoshua!” Aku dan teman-temanku melambai ke Yoshua. Dia pun masuk ke mobilnya dan mobil itu meluncur dengan mulus pulang.
         
          Keesokan harinya, di rumah Yoshua, rencana berjalan dengan lancar. Tugas kami selesai karena bantuan Yoshua. Waktu kita sedang istirahat, Samuel dan Jonathan datang ke sini juga, mengantarkan buku Yoshua yang tertinggal di laci sekolah. Kita bercakap-cakap dengan gembira sambil menikmati Jus Tomat buatan Yoshua sendiri. 
"Emm.. Yoshua, karena kebetulan di rumahmu ini ada Grand Piano, bolehkah aku memainkannya?" izin William ke Yoshua.

 "Tentu." Jawabnya. 

"Ahhh terimakasih! Terimakasih Yos!" William pun membuka tutup piano itu dengan riang gembira. Ia menaruh jari-jarinya di atas tuts-tuts piano. Tapi, dia termenung hening.

 "Aku mau main apa ya? Tadi aku dah pikirin tapi kok ilang  ya? aduhh.." William lupa sambil menggaruk-garuk kepalanya.

 "Jelas-jelas kamu lupa Will, kamu kan pelupa." ujar Yona.  

"OOHH YA! Aku baru ingat!" Sahut William. Samuel langsung keselak saat meminum jus tomat itu karena kaget oleh ulah William berteriak kegirangan karena beru mengingat lagu apa yang akan ia mainkan.

"William, tolong untuk keep calm." Ceramah Samuel kepada William. 

"Eh maaf, maaf." William meminta maaf ke semua orang.

 "Apology accepted." kata Jonathan. O ya, aku lupa memberi tahu kalian bahwa Jonathan adalah anak blasteran. Inggris-Indo, bukan Amerika-Indo. Mulailah William memainkan Perpetuum mobile ciptaan C.M.v.Weber. Kalian tahu tidak? Panjang lagu itu adalah 13 (tiga belas) halaman! Hal yang aku sangat terkesan dari William itu bahwa ia sudah hafal lagu itu, tanpa melihat! William itu genius di bidang musik. Cita-citanya itu untuk bisa menguasai semua alat musik dan menjadi musisi proffesional.
    
      Aku melihat sekelilingku. Yona, dia sedang lipat-melipat kertas orgami favoritnya. Ia telah membuat miniatur-miniatur yang banyak. Dari burung sampai robot-robotan. Yoshua, ia sedang belajar di ruang tamu dengan Jonathan dan Samuel. Mereka menonton video orang sedang mengkalkulasi soal Fisika. Mereka mendengar dan memperhatikan secara seksama. Jonathan mencatat cara-cara itu juga di buku catatannya. Setelah mereka selesai menonton, mereka kembali ke "bisnis" mereka sendiri. Seperti biasa, Jonathan sedang ketiduran di sofa. Samuel, sedang menggambar di Ipad-nya. Yoshua, dia sedang membuatkan kita cemilan untuk nanti sore.William, dia masih bermain piano. Rrrriiinnngg!!! Hape-ku berdering. "Halo ma, ada apa?"

"Tugasmu sudah selesai belum?"

"Sudah."

"Kalau begitu, kamu pulang sekarang, ya. Mama dan Papa mau bicara sama kamu nanti di rumah."

"Oke sip." 

"Mau pulang ya Len?" tanya Yona kepadaku.

"Iya."

"Aku juga sekalian jalan bareng pulang sama kamu ya?"

"Yuk. Ysohua, sayang sekali aku harus pulang sekarang. Aku padahal penasaran sama cemilan yang kau buat."

"Oh, tidak apa-apa, Len. Besok aku bawain kamu sebagian cemilan-cemilan ini."

"Trims Yos."

"Semuanya, kami pulang dulu ya." Pamit Yona kepada William, Yoshua, Samuel, dan Jonathan.
  
      Sewaktu aku sampai di rumah, mama dan papa bicara kepadaku.
"Nak, papa diminta perusahaan untuk pindah tempat kerja." Kata ayah.

"Oke." ujarku.

"Bukan begitu, nak. papa akan pindah kerja ke U.S."

"EH?! Jauh banget!"

"Papa akan menjadi manajer di sana."

"Papa sudah merencanakan kapan kita akan pindah." Kata papa.

"Kapan?"

"Dua minggu lagi." Aku sangat terkejut akan kenyataan itu. Tetapi, aku harus melakukan ini, demi kebaikkan ayahku.

    
        Krriiingg!!! Bell sekolah berdering selama tiga detik. Seperti biasa, semua anak melesat keluar kelas kecuali si “Tiga Bussiness Men” dan.... aku. Sewaktu aku sampai di lapangan, Jessica berbicara,

“Panggilan untuk Lena untuk maju ke depan!” Aku pun maju.

“Lena, ada apa denganmu hari ini? Kenapa kamu sangat muram hari ini?” Tanya Jessica. Aku menghela nafasku dan aku memandang semua muka di depanku.

“Aku akan pindah ke U.S...”

“AAAAPPAAAAA???!!!” Semua mulut anak-anak terbuka lebar. Kecuali mereka bertiga. Hanya ekspresi mereka yang berubah. Mata mereka bertiga membelalak. Dan kali ini Samuel melepas kacamatanya.

“K-k-k-a-a-p-p-a-a-n?” Tanya Yona tersendat-sendat.

“ Dua minggu lagi..”

“Yaah.. Dua minggu itu sebentar lho. Sekarang waktu berjalan dengan cepat.” Kesal William.

“Kamu pindah karena untuk kebaikan ayahmu ya?” tanya Jessica kepadaku. Aku hanya mengagguk.

“Baiklah, dua minggu lagi kita semua berkumpul di Bandara! Untuk menyampaikan selamat tinggal untuk teman tercinta kita, Lena.” Umum Jessica kepada semua anak di situ. 

"Kalau ada yang tidak bisa datang, tolong angkat tangan kalian!" suruh Jessica kepada semua anak di situ. Lima anak pun mengangkat tangan mereka.

"Berarti hanya empat anak yang bisa datang—“
"Eh?! empat anak? Jessica tidak bisa datang?" tanyaku keheranan.

"Iya. Aku ada les Kendo."

"Wah.. Sayang sekali ya Jes."

"Oh iya, Lena! Ini cemilan yang aku bilang kemarin. Aku membuat Pofertjes. Semuga kau menyukainya." Yoshua memberi tempat makan itu ke aku.

"Trims banyak Yos."
        
      Hari “H” itu pun tiba. Di bandara telah dipenuhi oleh sungai air mata dariku dan teman-temanku. Itu adalah situasi yang sangat sedih bagiku. Tapi, begitulah, aku sudah pindah. Tapi, artinya aku pindah bukan artinya persahabatanku dengan mereka putus. Justru karena hal ini, aku bisa menjadi lebih dekat dengan teman-temanku. Dan tahu tidak? Aku sudah tahu apa film kesukaan Samuel! Yap benar, film kesukaannya itu adalah Barbie!

Tamat