Bunyi alur musik dari dalam rumah tua di
tengah hutan terdengar dengan jelas. Cuaca yang sempurna. Hujan deras di malam
hari. Angin berdesir dengan semangat, meniup daun-daun yang rapuh. Hujan
membanjiri halaman di depan rumah. Lampu rumah pun terlihat bersinar
terang-benderang dari keajuhan.
Musik itu pun mengalir dengan seru. Tetapi
bukan sekedar satu instumental saja. Satu orchestra penuh. Biola, biola alto,
cello, bass, grand piano, dan insturmen lain-lain yang kalian semua tahu.
Satu hal yang menyeramkan. Tidak ada
penghuni di rumah ini. Bisa kalian tebak? Hantu? Bukan. Musik itulah yang
memainkannya sendiri. Alat-alat musik ini menjadi hidup ke kehidupan nyata..
aneh.
Mereka memiliki jiwa yang abadi, kekal,
dan baka. Mereka tidak mengenal kata “mati” dalam hidup mereka masing-masing.
Mereka tidak lapar, maupun haus. Namun masing-masing dari mereka memiliki
perasaan. Lewat perasaan itu lah, mereka dapat membuka pintu gerbang menuju
jalan yang bernama “Imaginasi”.
Tidak peduli pagi, siang, malam, maupun
subuh, mereka tetap akan memainkan musiknya. Solo, duo, trio, quartet, atau
ensembel, mereka tetap menjalankan hidup mereka sebagai musik.
Sinar fajar di pagi hari menyemangati
mereka untuk berlatih, mengasah kemampuan mereka masing-masing. Suara siulan
burung di pagi hari ikut terjun ke dalam danau lagu. Sorotan surya yang terik
pada siang hari menantang mereka untuk tidak berhenti, karena masih ada sore
dan malam. Terbenamnya matahri di sore hari mengantar mereka ke tumpukan bunga
yang bertebaran di atas rumput hijau yang nyaman. Membuat mereka bermain lebih
halus daripada pagi dan siang. Terang rembulan menyorot rumah indah itu dengan
lembut. Pada malam yang indah, ditemani oleh ratusan bintang-bintang yang setia
berbinar-binar pada langit jernih di malam hari. Mengantarkan makhluk hidup di
sekitar mereka untuk beristirahat. Memainkan lagu pengantar tidur dengan
seksama, merdu, dan indah.
Cuaca pada hari itu sangat sangat
ekstrem. Terik. Para instrumen pun tidak berhenti memainkan musik mereka. Bukan
main, sorotan matahari siang bolong sangat panas. Insting. Makhluk yang di
sekitarnya cepat-cepat melarikan dirim dari hutan yang panas itu. Berusaha
menyelamatkan diri dari malapetaka yang akan terjadi. Rumput mulai terbakar. Api rumput itu
menjalar, menaiki pohon, membakar daun-daun yang malang. Batang pohon itu tidak
sanggup menahan api merah yang menggerogotinya. Pohon tak berdaya itu pun
runtuh. Mengakibatkan api melesat ke mana-mana. Termasuk ke rumah tua itu. Para
alat musik tidak sadar bahwa kehancuran sudah berada di depan mata mereka.
Kandil megah itu menimpa grand piano. Bunyi mengerikan itu menyahut keluar dari
piano itu, seperti kata-kata terakhrinya. Api itu menybar ke seluruh bagian
rumah. Semua alat musik itu menangis, menyahut-nyahut, meminta pertolongan.
Mereka tak berdaya. Api itu menghabisi mereka dalam sekejap. Beberapa jam
kemudian, rumah tua itu sudah tidak ada. Hangus menjadi abu.
Tetapi, itu tidak mengartikan bahwa
musik telah menghilang, meninggalkan dunia selamanya. Musik berada di mana pun
kalian berada. Bunyi ombak di pinggir pantai adalah musik. Suara detik jam
adalah musik. Klakson kendaraan, sirene, suara langkah, bunyi mesin pendingin,
maupun tangisan orang. Sebenarnya, masih ada banyak lagi. Sekali lagi, musik
ada di sekitarmu. Yang perlu kalian lakukan adalah mendengarkan mereka dengan
seksama, mempersilahkan mereka masuk ke dalam kepala kalian, dan menikmati mereka.
The End