Hari ini adalah hari yang membuat
dadaku terasa sakit. Aku berusaha menahan air ini keluar dari mataku. Tetapi,
aku tak tahan menahannya. Air itu pun mengalir keluar dari mataku seperti
sungai yang sengat deras arusnya. Aku telah membuat kenang-kenangan yang indah
bersama teman-temanku selama lima tahun. Memberikan salah satu barang-barangku
untuk mereka supaya mereka tetap akan mengingatku meskipun tidak akan bisa
melihat sesama, dengan kata lain, tidak bisa bertemu.
“Selamat
tinggal, Lena. Kami akan sangat merindukanmu,” ujar Yona.
“Belajarlah
yang giat, Lena.” Pesan Jonathan sambil menarik ingusnya.
“Rajin-rajinlah kunjungi kami di sini, ya..” minta Samuel kepadaku. Aku pun mengagguk sambil tersenyum.
“Ok, akan
aku usahakan setiap libur aku akan ke Indonesia.. Yap, aku rasa perjumpaan kita
sampai di sini saja. Pesawatku sudah mau datang. Selamat tinggal Yona, Yoshua, Jonathan, Samuel.. Aku akan merindukan kalian
semua!”
“Selamat tingal Lena!!!!” ucap mereka semua
sambil melambaikan tangan mereka.
Krriiingg!!! Bell sekolah berdering
selama tiga detik, menandakan bahwa sekolah sudah selesai, tepat jam setengah
tiga sore. Anak-anak kelas 8-A langsung melesat keluar seperti mobil-mobil F1
berlomba-lomba ke tengah lapangan sekolah. Benar, ini kelasku, kelas 8-A.
Terdiri dari sepuluh anak. Lima laki-laki dan lima perempuan, sangat imbang,
ya. Tapi bagaimanapun juga, aku sangat bangga berada di kelas ini. Meskipun
hanya tiga anak yang pintar matematika, fisika, dan ilmu pasti lainnya, aku
tetap suka dengan kelas ini. Jujur saja, aku berada di antara tujuh anak ini.
Tetapi itu bukan artinya kita bodoh. Kita memiliki bakat yang berbeda-beda dan
unik-unik. Tidak semua anak-anak
berlomba-lomba ke tengah lapangan sekolah. Tersisa tiga anak di dalam kelas.
Mereka berjalan keluar dari kelas dengan langkah-langkah yang sangat teratur,
dangan kata lain “cool”. Mereka
terkenal dengan si “Tiga Bussiness Men”.
Mereka bertiga adalah Yoshua, Jonathan, dan Samuel. Sampai mereka bertiga
sampai ke tengah lapangan, ketua kelas kami, Jessica, berjalan ke depan,
menghadap ke kerumunan anak kelas 8-A.
“Bagaimana,
pelajaran Matematika hari ini?” Tanya Jessica kepada semua anak di situ.
William
mengangkat tangan dan menjawab,
“Gillaaaa tambah susah—“
“Menantang.”
Sela Samuel sambil membenarkan posisi kacamatanya.
“Oke terimakasih
untuk komentar itu, Samuel.” Jawab Jessica.
“Sama-sama.”
“Komentar
lain? Atau apakah ada pertanyaan lagi?” tanya Jessica. Ranya melambaikan
tangannya setinggi-tinggi mungkin. “Ya, Yona?”
“Bolehkah
kita membuat kerja kelompok?”
“Tentu saja.
Tadi Bu Dewi sudah mengizinkan kita untuk bekerja kelompok.”
“Kalau
begitu...Yoshua! Bolehkah beberapa dari kami bermain ke rumahmu untuk kerja
kelompopk?”
“Tentu.
Tapi, nanti akan aku pastikan dulu boleh atau tidak.” Yoshua jawab dengan suara
berkharisamanya itu.
“Oke! Kalian
semua boleh bubar.” Sorak Jessica. Dia akan memberi kita aba-aba untuk
mengatakan goodbye-wordsnya kelas
ini.
“ 'Tu, 'wa, 'ga!”
“Terimakasih
untuk semua orang yang ada di sini yang sudah berbuat baik untuk kita semua dan
terimakasih untuk perhatiannya!” Itulah goodbye-wordsnya
kami.
Setelah bubar, Yoshua memilih Yona, Aku, dan Wiliam untuk kerja
kelompok ke rumahnya. Sewaktu Yoshua sudah dijemput, iya menanyakan ke ibunya
yang ada dalam mobil. Aku hanya bisa melihat dari kejauhan. Ibunya membuka kaca
mobil dan Yoshua berbicara. ‘Tak lama kemudian, Yoshua menghadap ke kita dan
mengaggukkan kepalanya sambil tersenyum. Itu adalah isyarat kalau kita boleh
berkerja kelompok ke rumahnya.
“Oke!! Trims
Yoshua!” Aku dan teman-temanku melambai ke Yoshua. Dia pun masuk ke mobilnya
dan mobil itu meluncur dengan mulus pulang.
Keesokan harinya, di rumah Yoshua,
rencana berjalan dengan lancar. Tugas kami selesai karena bantuan Yoshua. Waktu
kita sedang istirahat, Samuel dan Jonathan datang ke sini juga,
mengantarkan buku Yoshua yang tertinggal di laci sekolah. Kita bercakap-cakap
dengan gembira sambil menikmati Jus Tomat buatan Yoshua sendiri.
"Emm.. Yoshua, karena kebetulan di rumahmu ini ada Grand Piano, bolehkah aku memainkannya?" izin William ke Yoshua.
"Tentu." Jawabnya.
"Ahhh terimakasih! Terimakasih Yos!" William pun membuka tutup piano itu dengan riang gembira. Ia menaruh jari-jarinya di atas tuts-tuts piano. Tapi, dia termenung hening.
"Aku mau main apa ya? Tadi aku dah pikirin tapi kok ilang ya? aduhh.." William lupa sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Jelas-jelas kamu lupa Will, kamu kan pelupa." ujar Yona.
"OOHH YA! Aku baru ingat!" Sahut William. Samuel langsung keselak saat meminum jus tomat itu karena kaget oleh ulah William berteriak kegirangan karena beru mengingat lagu apa yang akan ia mainkan.
"William, tolong untuk keep calm." Ceramah Samuel kepada William.
"Eh maaf, maaf." William meminta maaf ke semua orang.
"Apology accepted." kata Jonathan. O ya, aku lupa memberi tahu kalian bahwa Jonathan adalah anak blasteran. Inggris-Indo, bukan Amerika-Indo. Mulailah William memainkan Perpetuum mobile ciptaan C.M.v.Weber. Kalian tahu tidak? Panjang lagu itu adalah 13 (tiga belas) halaman! Hal yang aku sangat terkesan dari William itu bahwa ia sudah hafal lagu itu, tanpa melihat! William itu genius di bidang musik. Cita-citanya itu untuk bisa menguasai semua alat musik dan menjadi musisi proffesional.
Aku melihat sekelilingku. Yona, dia sedang lipat-melipat kertas orgami favoritnya. Ia telah membuat miniatur-miniatur yang banyak. Dari burung sampai robot-robotan. Yoshua, ia sedang belajar di ruang tamu dengan Jonathan dan Samuel. Mereka menonton video orang sedang mengkalkulasi soal Fisika. Mereka mendengar dan memperhatikan secara seksama. Jonathan mencatat cara-cara itu juga di buku catatannya. Setelah mereka selesai menonton, mereka kembali ke "bisnis" mereka sendiri. Seperti biasa, Jonathan sedang ketiduran di sofa. Samuel, sedang menggambar di Ipad-nya. Yoshua, dia sedang membuatkan kita cemilan untuk nanti sore.William, dia masih bermain piano. Rrrriiinnngg!!! Hape-ku berdering. "Halo ma, ada apa?"
"Tugasmu sudah selesai belum?"
"Sudah."
"Kalau begitu, kamu pulang sekarang, ya. Mama dan Papa mau bicara sama kamu nanti di rumah."
"Oke sip."
"Mau pulang ya Len?" tanya Yona kepadaku.
"Iya."
"Aku juga sekalian jalan bareng pulang sama kamu ya?"
"Yuk. Ysohua, sayang sekali aku harus pulang sekarang. Aku padahal penasaran sama cemilan yang kau buat."
"Oh, tidak apa-apa, Len. Besok aku bawain kamu sebagian cemilan-cemilan ini."
"Trims Yos."
"Semuanya, kami pulang dulu ya." Pamit Yona kepada William, Yoshua, Samuel, dan Jonathan.
Sewaktu aku sampai di rumah, mama dan papa bicara kepadaku.
"Nak, papa diminta perusahaan untuk pindah tempat kerja." Kata ayah.
"Oke." ujarku.
"Bukan begitu, nak. papa akan pindah kerja ke U.S."
"EH?! Jauh banget!"
"Papa akan menjadi manajer di sana."
"Papa sudah merencanakan kapan kita akan pindah." Kata papa.
"Kapan?"
"Dua minggu lagi." Aku sangat terkejut akan kenyataan itu. Tetapi, aku harus melakukan ini, demi kebaikkan ayahku.
"Emm.. Yoshua, karena kebetulan di rumahmu ini ada Grand Piano, bolehkah aku memainkannya?" izin William ke Yoshua.
"Tentu." Jawabnya.
"Ahhh terimakasih! Terimakasih Yos!" William pun membuka tutup piano itu dengan riang gembira. Ia menaruh jari-jarinya di atas tuts-tuts piano. Tapi, dia termenung hening.
"Aku mau main apa ya? Tadi aku dah pikirin tapi kok ilang ya? aduhh.." William lupa sambil menggaruk-garuk kepalanya.
"Jelas-jelas kamu lupa Will, kamu kan pelupa." ujar Yona.
"OOHH YA! Aku baru ingat!" Sahut William. Samuel langsung keselak saat meminum jus tomat itu karena kaget oleh ulah William berteriak kegirangan karena beru mengingat lagu apa yang akan ia mainkan.
"William, tolong untuk keep calm." Ceramah Samuel kepada William.
"Eh maaf, maaf." William meminta maaf ke semua orang.
"Apology accepted." kata Jonathan. O ya, aku lupa memberi tahu kalian bahwa Jonathan adalah anak blasteran. Inggris-Indo, bukan Amerika-Indo. Mulailah William memainkan Perpetuum mobile ciptaan C.M.v.Weber. Kalian tahu tidak? Panjang lagu itu adalah 13 (tiga belas) halaman! Hal yang aku sangat terkesan dari William itu bahwa ia sudah hafal lagu itu, tanpa melihat! William itu genius di bidang musik. Cita-citanya itu untuk bisa menguasai semua alat musik dan menjadi musisi proffesional.
Aku melihat sekelilingku. Yona, dia sedang lipat-melipat kertas orgami favoritnya. Ia telah membuat miniatur-miniatur yang banyak. Dari burung sampai robot-robotan. Yoshua, ia sedang belajar di ruang tamu dengan Jonathan dan Samuel. Mereka menonton video orang sedang mengkalkulasi soal Fisika. Mereka mendengar dan memperhatikan secara seksama. Jonathan mencatat cara-cara itu juga di buku catatannya. Setelah mereka selesai menonton, mereka kembali ke "bisnis" mereka sendiri. Seperti biasa, Jonathan sedang ketiduran di sofa. Samuel, sedang menggambar di Ipad-nya. Yoshua, dia sedang membuatkan kita cemilan untuk nanti sore.William, dia masih bermain piano. Rrrriiinnngg!!! Hape-ku berdering. "Halo ma, ada apa?"
"Tugasmu sudah selesai belum?"
"Sudah."
"Kalau begitu, kamu pulang sekarang, ya. Mama dan Papa mau bicara sama kamu nanti di rumah."
"Oke sip."
"Mau pulang ya Len?" tanya Yona kepadaku.
"Iya."
"Aku juga sekalian jalan bareng pulang sama kamu ya?"
"Yuk. Ysohua, sayang sekali aku harus pulang sekarang. Aku padahal penasaran sama cemilan yang kau buat."
"Oh, tidak apa-apa, Len. Besok aku bawain kamu sebagian cemilan-cemilan ini."
"Trims Yos."
"Semuanya, kami pulang dulu ya." Pamit Yona kepada William, Yoshua, Samuel, dan Jonathan.
Sewaktu aku sampai di rumah, mama dan papa bicara kepadaku.
"Nak, papa diminta perusahaan untuk pindah tempat kerja." Kata ayah.
"Oke." ujarku.
"Bukan begitu, nak. papa akan pindah kerja ke U.S."
"EH?! Jauh banget!"
"Papa akan menjadi manajer di sana."
"Papa sudah merencanakan kapan kita akan pindah." Kata papa.
"Kapan?"
"Dua minggu lagi." Aku sangat terkejut akan kenyataan itu. Tetapi, aku harus melakukan ini, demi kebaikkan ayahku.
Krriiingg!!! Bell sekolah berdering selama
tiga detik. Seperti biasa, semua anak melesat keluar kelas kecuali si “Tiga Bussiness Men” dan.... aku. Sewaktu aku
sampai di lapangan, Jessica berbicara,
“Panggilan
untuk Lena untuk maju ke depan!” Aku pun maju.
“Lena, ada
apa denganmu hari ini? Kenapa kamu sangat muram hari ini?” Tanya Jessica. Aku
menghela nafasku dan aku memandang semua muka di depanku.
“Aku akan
pindah ke U.S...”
“AAAAPPAAAAA???!!!”
Semua mulut anak-anak terbuka lebar. Kecuali mereka bertiga. Hanya ekspresi
mereka yang berubah. Mata mereka bertiga membelalak. Dan kali ini Samuel melepas kacamatanya.
“K-k-k-a-a-p-p-a-a-n?”
Tanya Yona tersendat-sendat.
“ Dua minggu
lagi..”
“Yaah.. Dua
minggu itu sebentar lho. Sekarang waktu berjalan dengan cepat.” Kesal William.
“Kamu pindah
karena untuk kebaikan ayahmu ya?” tanya Jessica kepadaku. Aku hanya mengagguk.
“Baiklah,
dua minggu lagi kita semua berkumpul di Bandara! Untuk menyampaikan selamat
tinggal untuk teman tercinta kita, Lena.” Umum Jessica kepada semua anak di
situ.
"Kalau ada yang tidak bisa datang, tolong angkat tangan kalian!" suruh Jessica kepada semua anak di situ. Lima anak pun mengangkat tangan mereka.
"Berarti hanya empat anak yang bisa datang—“
"Kalau ada yang tidak bisa datang, tolong angkat tangan kalian!" suruh Jessica kepada semua anak di situ. Lima anak pun mengangkat tangan mereka.
"Berarti hanya empat anak yang bisa datang—“
"Eh?! empat anak? Jessica tidak bisa datang?" tanyaku keheranan.
"Iya. Aku ada les Kendo."
"Wah.. Sayang sekali ya Jes."
"Oh iya, Lena! Ini cemilan yang aku bilang kemarin. Aku membuat Pofertjes. Semuga kau menyukainya." Yoshua memberi tempat makan itu ke aku.
"Trims banyak Yos."
"Wah.. Sayang sekali ya Jes."
"Oh iya, Lena! Ini cemilan yang aku bilang kemarin. Aku membuat Pofertjes. Semuga kau menyukainya." Yoshua memberi tempat makan itu ke aku.
"Trims banyak Yos."
Hari “H” itu pun tiba. Di bandara telah
dipenuhi oleh sungai air mata dariku dan teman-temanku. Itu adalah situasi yang
sangat sedih bagiku. Tapi, begitulah, aku sudah pindah. Tapi, artinya aku
pindah bukan artinya persahabatanku dengan mereka putus. Justru karena hal ini,
aku bisa menjadi lebih dekat dengan teman-temanku. Dan tahu tidak? Aku sudah
tahu apa film kesukaan Samuel! Yap benar, film kesukaannya itu adalah Barbie!
Tamat